Waktu Terus Melaju



Perjalanan sore dengan menembus kemacetan di sepanjang jalan Kalimalang Bekasi, akhirnya saya tiba di rumah salah satu jemaat untuk  melaksanakan tugas  sebagai pengkhotbah dalam acara ibadah keluarga. Ibadah tersebut selesai  kurang lebih jam 21.00 WIB. Dalam perjalanan pulang kembali kami harus melalui kepadatan kendaraan di jalanan cibitung -  bekasi, dan  setelah memanghabiskan waktu kurang lebih satu jam kami tiba di rumah. Seperti biasanya saya keluar dari pintu kanan depan,  membuka pintu  garasi, memutar kunci rumah kearah kanan, menguak daun pintu utama, menghidupkan lampu, cek ruangan depan hingga ke kamar mandi, karena memang pernah suatu malam saya menemukan seekor ular kecil yang berkunjung ke dalam rumah kami yang kosong setelah satu hari penuh kami tinggalkan karena ada aktifitas di luar. Setelah memastikan semua aman, baru saya ijinkan anak dan isteri masuk, terkecuali tadi malam saya harus menggendong anak saya yang pertama karena sudah terlelap di kursi depan  entah akibat kelelahan karena pulang cukup larut malam atau karena kekenyangan dengan suguhan konsumi yang “aduhai”  dari tuan rumah. Parkir mundur ke garasi, mengosongkan bagasi, periksa beberapa kunci, mengganti pakaian lalu duduk di depan televisi sejenak menikmati siaran ulang ILC acaranya Bang Karni Ilyas, dan kira-kira jam 24.30 saya masuk kamar dan memulai istirahat untuk tidur.
Tadi pagi, saya terbangun, lantas baca beberapa sms yang masuk, termasuk seorang anak muda yang harus dirawat inap di Rumah Sakit Karya Medika Tambun. Setelah membaca Alkitab, kemudian mendoakan jemaat yang sakit setelah itu  menolong isteri menghidupkan air, karena memang musim kemarau jadi air sumur dan mesinnya harus diperlakukan dengan khusus pula. Puji Tuhan! di musim kemarau seperti ini air kami termasuk melimpah, saya masih bebas mandi, mencuci dan melaksanakan aktifitas yang berkaitan dengan air lainnya.  Saat membersihkan kamar mandi entah kenapa tiba-tiba pikiran saya kembali kepada kejadian siang kemarin di mana saya menerima warisan buku tafsiran. Saya ingat pria yang mewariskan buku-buku tersebut sebelumnya aktif di gereja nya dan bahkan tidak jarang harus mempersiapkan khotbah, walau sebenarnya tidak menjabat sebagai gembala  sidang.  Dengan kondisi kesehatannya yang terbatas maka aktifitasnya pun menjadi terbatas, termasuk berkhotbah adalah hal yang tidak pernah dilakoninya lagi.
Perenungan saya sampai kepada apa yang dikatakan oleh tuan pengkhotbah yang berkata Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya” (Pengkhotbah  3:1). Tidak dapat dipungkiri kehidupan kita berjalan di dalam waktu, dibatasi oleh waktu bahkan dalam kalimat yang lebih ekstrim lagi diintimidasi oleh waktu.  Mungkin inilah perenungan terindah di bulan kelahiran saya; saya kembali diingatkan betapa waktu terus bergulir, dan seharusnya hal itu memacu saya dan kita semua untuk konsisten melakukan tugas dan panggilan hidup kita. Selama masih ada waktu kerjakan semuanya; bagi Tuhan, bagi keluarga, bagi anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita, terlebih bagi panggilan hidup kita. Sekali lagi tuan pegkhotbah berkata “Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.” Pengkhotbah 11:6

Sekian….

Komentar

Postingan Populer