Meniadakan Sifat Kanak-Kanak
1. Jika Meminta Harus Segera Mendapat
2. Jika Permintaan Ditolak Memberi Reaksi Negatif
3. Bila Menginginkan Sesuatu Bisa Menggunakan Segala Cara
4. Jarang Mempertimbangkan Apakah Keinginannya Berguna Atau Tidak bagi dirinya.
Empat poin di atas adalah hasil pengamatan saya terhadap dunia anak balita hingga remaja. Nah yang menjadi perenungan saya adalah apakah orang-orang dewasa (termasuk saya) masih identik dengan sikap tersebut?
1. Apakah saat kita meminta sesuatu kepada Tuhan (dalam doa) atau kepada atasan atau kepada siapa saja, kita mampu menunjukkan sikap sabar.
2. Apakah reaksi kita menjadi kecewa, dendam, putus asa, atau menyimpulkan orang lain tidak punya kasih dan kepeduliaan, saat permintaan kita bukan hanya di tangguhkan tapi juga di tolak?
3. Apakah budaya menggunakan segala cara; berbohong, menipu, meminjam tanpa ijin(mencuri) berjanji palsu atau apalah sebutannya, menjadi cara untuk mendapatkan apapun yang kita inginkan
4. Apakah pertimbangan antara kebutuhan atau semata karena keinginan menjadi acuan kita dalam menggapai hal yang kita inginkan dalam hidup.
Jawaban di atas tidak mudah, jauh lebih mudah kita menghakimi dibanding kita meng-introspeksi diri. Lantas apakah hal ini juga menjadi semacam pembenaran jika sikap dan tabiat di atas masih melekat dalam diri kita? Tentu tidak! saya tidak ingin setiap orang menjadi stagnan, setiap orang wajib mengalami pertumbuhan. Setiap orang harus memberi bukti bahwa dia bisa berubah.
Hidup pemercaya, harus bergerak maju, entahkah dalam pergerakannya dia terjungkal, terjerembab, babak belur dan hampir semaput, selayaknyalah kita bangkit, jangan menyerah untuk menjadi berubah, focus pada sasaran, sasaran perubahan kita adalah karakter Kristus.
2. Jika Permintaan Ditolak Memberi Reaksi Negatif
3. Bila Menginginkan Sesuatu Bisa Menggunakan Segala Cara
4. Jarang Mempertimbangkan Apakah Keinginannya Berguna Atau Tidak bagi dirinya.
Empat poin di atas adalah hasil pengamatan saya terhadap dunia anak balita hingga remaja. Nah yang menjadi perenungan saya adalah apakah orang-orang dewasa (termasuk saya) masih identik dengan sikap tersebut?
1. Apakah saat kita meminta sesuatu kepada Tuhan (dalam doa) atau kepada atasan atau kepada siapa saja, kita mampu menunjukkan sikap sabar.
2. Apakah reaksi kita menjadi kecewa, dendam, putus asa, atau menyimpulkan orang lain tidak punya kasih dan kepeduliaan, saat permintaan kita bukan hanya di tangguhkan tapi juga di tolak?
3. Apakah budaya menggunakan segala cara; berbohong, menipu, meminjam tanpa ijin(mencuri) berjanji palsu atau apalah sebutannya, menjadi cara untuk mendapatkan apapun yang kita inginkan
4. Apakah pertimbangan antara kebutuhan atau semata karena keinginan menjadi acuan kita dalam menggapai hal yang kita inginkan dalam hidup.
Jawaban di atas tidak mudah, jauh lebih mudah kita menghakimi dibanding kita meng-introspeksi diri. Lantas apakah hal ini juga menjadi semacam pembenaran jika sikap dan tabiat di atas masih melekat dalam diri kita? Tentu tidak! saya tidak ingin setiap orang menjadi stagnan, setiap orang wajib mengalami pertumbuhan. Setiap orang harus memberi bukti bahwa dia bisa berubah.
Hidup pemercaya, harus bergerak maju, entahkah dalam pergerakannya dia terjungkal, terjerembab, babak belur dan hampir semaput, selayaknyalah kita bangkit, jangan menyerah untuk menjadi berubah, focus pada sasaran, sasaran perubahan kita adalah karakter Kristus.
Komentar
Posting Komentar