"Tuhan Tahu Seberapa Besar Yang Masih Tersisa"
Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."
Banyak orang menjadikan kemiskinan sebagai alasan untuk tidak memberi. Namun setelah berpunya dan menjadi kaya juga tidak menjadi jaminan bahwa seseorang secara otomatis mengambil keputusan untuk memberi. Seringkali orang yang berpunyalah yang menganggap diri paling tidak berpunya. Cicilan mobil mewah, cicilan rumah megah, pembayaran kartu kredit, bayaran yang tinggi bagi anak-anak yang disekolahkan di sekolah-sekolah bergengsi, deretan tagihan kursus/Les anak yang cukup panjang daftarnya, tabungan persiapan untuk liburan ke tempat wisata terindah di dalam atau di luar negeri dan masih banyak lagi, menjadi semacam alat "pemiskinan" dan pembenaran untuk tidak berkorban kepada Allah.
Kisah janda miskin ini termasuk kisah yang militan tentang bagaimana seseorang menghormati Allah. Janda miskin yang tidak disebutkan namanya bisa saja kita sebut sebagai orang yang "ceroboh" dalam mengelola kebutuhan kehidupannya; ia menghabiskan seluruh nafkahnya untuk dipersembahkan kepada Allah. Miskin yang disematkan pada dirinya bisa saja menjadi pembelaan yang kuat dan masuk akal untuk menjadi orang yang menadahkan tantang dari pada mengulurkan tangan.
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, dari kisah janda miskin ini:
Dalam Lukas 6:20 dikatakan " Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Setiap pengikut Kristus seharusnya menyadari bahwa semua orang memiliki peluang yang sama untuk berinvesati di dalam kerajaan sorga. Tidak peduli betapa sedikit atau betapa banyaknya penghasilan seseorang, semua orang punya kesempatan untuk berinvestasi dalam kerajaan sorga.
Kedua:Sikap Terhadap Persembahan Ditentukan Oleh Sikap Seseorang Terhadap Uang
Orang yang diperbudak oleh uang tidak akan pernah memberikan persembahan yang sejati. Persembahan yang sejati terjadi saat seseorang melepaskan diri dari ikatan akan uang. Uang tidak jahat tapi cinta uanglah yang menjadikan orang jahat. "Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
Ketiga:Persembahan Sejati Tidak Lepas Dari Kesiapan Berkorban
Kata berkorban mengandung penjelasan tentang rasa sakit, tidak nyaman, dan rela mengalami hal yang merugikan. Jada miskin ini memilih untuk merasakan rasa sakit demi penyembahannya kepada Allah. Ia mengorbankan seluruh nafkahnya (Markus 12:44) Hari ini mungkin kita tidak diminta untuk mengorbankan seluruh waktu kita, seluruh tenaga kita, seluruh gaji atau keuntungan bulanan kita, tapi yang Allah minta, mari kita memiliki kerelaan hati untuk berkorban kepada Allah, bukan dengan sedih hati atau karena paksaan tapi dengan kerelaan (2 Korintus 9:7)
"Tuhan Bukan Hanya Melihat Seberapa Besar Yang Sedang Engkau Persembahankan Tapi Ia Juga Mengamati Seberapa Besar Yang Masih Engkau Sisakan Untuk Dirimu"
Pdt. John Ardi, S.Th
Gembala GKII RTC
Rehobot Tambun City
Rehobot Tambun City
Komentar
Posting Komentar