GEMBALA SIDANG HIDUP DI PUSARAN COVID 19


Berita dari Wuhan

Di penghujung tahun 2019, terdengar kabar adanya wabah yang melanda sebuah kota di China yang bernama Wuhan. Menurut apa yang saya baca Wuhan adalah kota maju, ada industry dan menjadi salah satu tujuan bagi mahasiswa dari Indonesia untuk bersekolah menuntut ilmu. Benarlah ungkapan “tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”.

Sebagaimana kebiasaan netizen Indonesia mucullah meme yang salah satu seingat bertuliskan “corona tidak berani ke Indonesia karena kalah salam Typus, nyamuk DBD dll”. Bahkan guyonan tentang Mobil Toyota Corona juga bermunculan.

Wuhan semakin mencekam, video seram tentang wabah corona berseliweran. Pemerintah diharuskan mengevakuasai ratusan WNI yang terjebak di Wuhan. Maka  tanggal 2 Februari 2020 datanglah ratusan WNI dari Wuhan dan  pangkalan militer di kepulauan Natuna menjadi lokasi karantina.

Covid 19 semakin santer menggelegar di semua media. Menjelang Maret 2020 suasana kian mencekam dengan adanya kasus pertama yang terjadi di Indonesia. Entah ada manfaatnya sebagai orang tua saya sebagai pengguna media social walau tidak lantang menyuarakan Sosial Distancing, Physical Distancing yang nantinya kita kenal dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar. Di Wuhan, Italy dan beberapa negara malah istilahnya lebih seram lagi “LOCKDOWN”.

 

Kegiatan Belajar Mengajar

Sebagai orang tua murid di sebuah sekolah, ikut menyuarakan tentang Kegiatan belajar mengajar tatap muka yang seharusnya diliburkan adalah kewajiban. Naluri orang tua selalu ingin memberikan rasa aman kepada anak-anak. Dari bulan Februari kami selalu “perintah” anak-anak kami sepulang sekolah harus langsung mandi, cuci tangan dan tas dari sekolah tidak boleh masuk kamar. Akhirnya perasaan mulai lega karena pemerintah melalui dinas Pendidikan mengambil langkah untuk melaksanakan KBM secara daring.

 

Bekasi Masker Hand Sanitizer Dan Vitamin

Pelan namun pasti kasus covid 19 semakin meningkat. Dan Bekasi pun menjadi kota yang kian mencekam dengan berita covid nya. Sirine ambulan, postingan tentang petugas yang lengkap dengan APD di media social, dan titik jemputnya yang terkadang hanya beberapa gang saja dari rumah, kembali membuat perasaan was-was.

Percaya atau tidak dalam waktu sekejap Vitamin C menjadi rebutan pembeli sehingga semua apotik mengatakan kosong. Salah satu Vitami C dengan harga termurah yang biasanya dipatok 5000 rupiah melonjak menjadi 10.000 rupiah. Saya ingat persis sepulang dari pelayanan pada malam hari saya menemukan Vitamin C di sebuah toko obat dengan harga yang jauh meninggi dibanding sebelumnya.

Masker ? Jangan ditanya, jika ada maka pasti harganya melangit, namun kebanyakan menghilang. Katanya sempat terjadi penimbunan, itu yang TV beritakan.

Hand Sanitizer ? Hilang semuanya dari mini market. Maka mulailah trend membuat disifektan, bisa ditebak apa lagi yang hilang di pasaran? Benar! Bahan bakunya jarang bertahan lama di sebuah toko.

Namun ditengah suasana ngeri-ngeri sedap itu tetap saja ada cerita tentang petugas pengantar air isi ulang yang baru sehari kerja langsung minta berhenti. Ketika bosnya bertanya apa alasan dia berhenti di hari pertama kerja jawabannya sederhana tapi mengena “saya tidak sanggup bos, di setiap pintu Cluster perumahan saya dimandiin dengan cairan disinfektan”.

 

Tantangan Dan Peluang Hidup Di Pusaran Pandemi Covid 19

A.   Tantangan

1.      Persoalan ekonomi nasional pasti berimbas sampai kepada ekonomi rumah tangga

2.      Setiap keluarga harus membiasakan diri dengan suasana belajar online.

  • Orang tua berperan sebagai mentoring dan guru
  • Orang tuga berperan sebagai kameramen dan editor tugas sekolah dalam bentuk video tugas-tugas sekolah , terutama anak-anak yang masih di level sekolah dasar
  • Orang tua harus cepat menyesuaikan diri dengan aplikasi baru sesuai dengan instruksi dari pihak guru dan sekolah
  •  Orang tua harus merelakan berbagi gawai (gadget) dengan putra putri mereka

3.      Kebutuhan quota internet yang melambung. Bagi yang mampu biasanya langsung memasang wifi internet di rumah, bagi yang tidak mampu memasang wifi harus mengurut dada ketika pembelian kuota internet menjadi lebih sering.

4.      Semua aktifitas harus mengenakan masker dan Hand Sanitizer. Bagi yang belum terbiasa selain bisa sesak nafas tidak jarang lupa mengenakan masker dapat menjadi bencana apalagi bila bertemu Razia yang berakhir dengan denda.

5.      Bahkan ibadahpun bagi sebagian besar umat Kristiani dilakukan secara online. Bagi umat mungkin rasanya kurang greget bagi penyelenggara otak harus semakin cepat berputar menyesuaikan teknologi.

6.      PSBB mengharuskan Gembala dan Pendeta di kota tertentu membuat ibadah online.

  • Live streaming tantangannya adalah signal yang tidak stabil tidak jarang terhenti di tengah jalan. Maka ibadah online menjadi “layu sebelum berkembang”.
  •  Membuat live delay di Youtube mengharuskan rekaman sebelum hari minggu, sehingga rasanya bagaimana ya? Susah di gambarkan. Pengalaman saya pribadi, rekaman paling tidak memakan waktu satu jam. Gangguannya pun macam-macam : telpon masuk, gongongan anjing, suara berisik dari luar (maklum tidak pernah mempersiapkan ruangan kedap suara). Paling hening dan ideal untuk rekaman adalah tengah malam, setelah itu lanjut dengan editing, sehingga tidak jarang rampung hingga jam tiga pagi. Jangan ditanya berapa Giga Byte yang harus direlakan untuk mengupload video ibadah online dengan durasi 1 jam atau lebih.
  •  Terkadang ekspektasi yang tinggi berujung kecewa ketika viewer dan participant hanya se uncrit. Jadi mulailah merasa bahwa semua lelah rekam, lelah edit, lelah apload seakan sia-sia. Di bagian peluang akan saya jawab.
  • Dalam diskusi dengan beberapa rekan gembala jemaat muncullah beberapa pengalaman seperti berikut:
  1. Oleh karena situasi yang khusus yang tadinya siap dengan satu aplikasi menjelang hari H harus berpindah ke aplikasi lainnya. Dan itu pasti membuat gugup dan was-was.
  2. Dalam proses rekaman dan editing dan upload tidak jarang tiba-tiba oleh karena kelelahan atau karena gangguan signal internet, video yang sudah rampung dalam sekejap menghilang bak ditelan dunia maya entah kemana. Ah, ingin menangis, bahkan menangis bisa jadi.
  3. Peralatan hanya mengandalkan android dengan dimensi 7 inchi. Bayangkan betapa lelah rumitnya. Bersyukurlah yang punya laptop dengan RAM dan memory yang memadai. Saya sendiri mengandalkan VIVO y 93 ukuran 7 inchi itu.
  4. Ada juga yang jujur dan rendah hati mengatakan dia hanya membuat khotbah untuk hari minggu dengan cara diketik di Whatsapp lalu di share ke jemaat.
  5. Kurangnya SDM tidak jarang membuat si gembala menjadi pemeran utama sekaligus sutradara, penulis naskah, aransmen music. Terkadang saya nyeletuk di otak, untung tidak perlu stuntman, kalau tidak si gembala juga harus rela dengan acting berbahaya.
  6. Ada rasa kecewa mendalam karena ternyata umat gembalaannya bukan mengikuti ibadah online yang ia selenggarakan, malah ikut ibadah online orang lain, kalua sekali-kali ya mboten nopo-nopo kang, iki melu tiap minggu. Pungkas rekanku itu.

 B.     Peluang

  1. Semua bentuk usaha menjadi terbuka, tinggal kejelian menangkap peluanglah yang menentukan. Tentunya sebagai orang Kristen harus ditambah dengan mengandalkan Tuhan
  2. Orang tua kembali diberi kesempatan untuk mengasah otak dan mengingat kembali secara full apa yang pernah dipalajari dibangku sekolah.
  3. Orang tua mendapat peluang terbaik berkumpul dengan anak-anaknya sekaligus dapat memonitoring secara langsung apa yang sedang dipelajari dan bagaimana perkembangan anak-anaknya.
  4. Orang tua mendapat peluang besar untuk mengajarkan kepada anak-anaknya arti hidup sederhana, berhemat dan menentukan skala prioritas dalam praktek belanja.
  5. Orang tua mendapat momentum yang tepat untuk mengalihkan anak-anak yang kecanduan game online kepada belajar online. Walau tidak serta merta paling tidak 50-70 persen waktu sianak ada diaktifitas belajar online. Pandai pandailah dikau orang tua.
  6. Masker, Hand Sanitizer dan jaga jarak menjadi titik balik dari kebiasaan hidup tidak bersih menjadi perilaku hidup bersih dan sehat.
  7. Ibadah online jika dimanfaatkan dengan benar akan menjadi obat bagi yang tidak punya waktu untuk ibadah tatap muka oleh karena kerja sibuk dan malas berangkat dari rumah karena sudah lelah karena begadang semalaman.
  8. Ibadah online menjadi peluang terbesar bagi setiap gereja dan gembala untuk melakukan daya jangkau yang lebih luas
  9. Ibadah online memacu gembala dan penyelenggara ibadah untuk cepat belajar dan kreatif serta tepat dan cepat sasaran.
  10. Ibadah online seberapaun viewer dan participantnya membuat para gembala dan penyelenggara ibadah memandang hanya kepada Kristus dan focus kepada mempermuliakan Dia saja.
  11. Ibadah online menjadikan para gembala dan penyelenggara ibadah lebih giat dan sungguh-sungguh lagi berdoa bahkan berperang dalam doa, agar semua pelayanannya bias dinikmati oleh banyak orang.
  12. Masa pandemic menghadiahkan kepada para pemimpin, gembala, pendeta, dan aktivis pelayanan dengan banyaknya webinar gratis dari beberapa pakar terkemuka. Saya sendiri punya kerinduan besar ikut mendengarkan seminar dari ahli Homelitika ternama, namun akhirnya itu terwujud di masa pandemic ini melalui zoominar. Haleluya
  13. Jika tadinya ayat-ayat dan video dan postingan rohani dianggap angin lalu, atau bahkan cari perhatian, maka di masa ini pandemic mengesahkan semua itu wajar dan harus.
  14.  Pandemi mengingatkan kepada gereja bahwa ada sisi lain pelayanan yang harus dilakukan yaitu pelayanan online. Maka sampailah berita baik itu hingga ke ujung-ujung bumi.

Pandemi Covid 19 memang mencekam, tapi ada hikmah terpendam di dalamnya. Pandemi mengajarkan kepada kita betapa lemah dan tiada berdayanya kita sebagai anak-anak manusia. Pandemi membawa kita sampai kepada titik bahwa Tuhan Yesuslah yang berkuasa, menjaga, memelihara bahkan membawa sampai ke surga.

Komentar

Postingan Populer